Senin, 20 Februari 2012

Poligami??!!


Hmm, baru mendengar kata ini saja imajinasiku sudah melayang sangat jauh. Mencoba menyelami biduk pernikahan yang berisi seorang raja dengan dua ratu atau bahkan lebih. Subhanallah... hanya wanita-wanita berhati permatalah yang bersedia berbagi cinta dengan orang lain yang harusnya justru berperan sebagai siangannya.
Astakhfirullah... kok ngomongin poligami ya ^_^ Emangnya mau dipoligami suami entar?? Eitsss... ya jangan lah Bang, Mas, Akh, Abi... hehehehe



Enggak... itu loh, aku punya sahabat. Setiap ketemu pasti pembahasannya masalah nikah, suami, atau sekitar tema yang gk jauh-jauh dari dua hal itulah. Makanya kadang ikut tertular kritis juga untuk masalah satu ini. ^_*
Sebuat saja nama sahabat tadi Ami, ia seorang sahabat yang sangat baik hati. Keislamannya gk cuma status di KTP, sebab jilbabnya tak pernah tinggal jika ia keluar rumah. Shalatnya insya Allah juga selalu 5 waktu plus beberapa sunnat kalau sedang tidak dikejar waktu, juga puasa senin kamisnya yang ku tahu lumayan tak pernah absen.

Sahabatku satu ini beda. Kalau aku ditanya, apa cita-citamu Na? Maka aku akan menjawab, jadi penulis! Atau kalau aku ditanya mau ngapain setelah wisudaan kuliyah nanti Na? Yah pastinya aku akan menjawab, cari kerjalah!. Tapi... coba tanyakan dua hal itu pada Ami. Jawaban langka pastilah akan terlontar dari bibirnya, ‘aku ingin jadi istri yang baik untuk suami’ dan ‘ya nikahlah, mau ngapain lagi?!’...

Ami...Ami... sahabatku satu ini memang kerap kali membuatku sedikit mengerutkan dahi saat mendengarkan curhatannya. Yah, kadang dia memang agak ‘keterlaluan’ kalo sedang bahas tema ‘nikah’. Kalau menurutku tema itu bukan satu-satunya tema paling penting di usia kami-yang memangtengah memasuki masa labil mencari-cari calon suami ini (hehehe), beda dengannya yang berpendapat ‘nikah’ adalah tema yang wajib dijadiin list teratas.

“aku mau nikah muda ah” demonya padaku suatu sore.
“kuliyah aja belum kelar buuuuk” ledekku sambil tertawa cengengesan.
“biar kuliyah belum selesai, kalo jodohnya udah datang gimana?” tanyanya memojokkanku.
“ya dibilang kalo kita mau namatin kuliyah dulu lah” jawabku yakin.
“kita?? Elo aja kale, gua kagak” celotehnya seolah tinggal di Kota Jakarta.
“yeee, mentang-mentang dah pengen nikah!” selaku.
“kalo aku sih, asal ada ijin orang tua trus ada mahar, lanjoooot” lanjutnya semangat.
Aku hanya tertawa-aku kalah lagi menyerangnya. Hahahaha
“kalo jodoh yang datang jelek gimana?” tanyaku lagi.
‘yang penting maharnya!” jawabnya sambil tertawa lepas. Sialan ni anak, desahku.
“matre euy!!!” selaku ikut tertawa.

“eh Mi, kalo seandainya ada cowok ganteng, kaya, islamnya OK, pendidikannya juga bagus, pinter lagi. Datang melamar kamu tapi...”
“aku langsung mau lah. Kalo bisa langsung nikah aja, gk perlu pesta besar-besaran lagi!” potongnya asal serobot.
“aku belom siapp!!” bentakku kesal. Ia tertawa makin cengengesan.
“tapi apa?” tanyanya.
“tapi...kamu dilamar buat dijadiin istri kedua. Gimana? Masih mau??” tanyaku. Kali ini pasti aku menang, harapku. Hehehe
“hm...” gumamnya sambil menggaruk-garuk kepala.

“mau!” setelah hampir 3 menit kemudian. Mataku terbelalak ke arahnya.
“gila kamu!” selaku begitu tak percaya akan jawabannya yang sangat tegas itu.
“masih mau juga??” tanyaku lagi.
“iya. Mau. Emangnya kenapa??” tanyanya.
“kan dosa kalo merebut suami orang” jawabku.

“merebut?? Mana ada kasus rebut-merebut  Na.” Jawabnya membuatku sedikit bingung.
“ya kan pasti istri pertamanya akan menceraikan nya Mi” jawabku.
“Lah, tadi kamu yang bilang kalo dia melamar aku untuk dijadiin istri keduanya, kasusnya berarti istri pertama setuju dong kalo suaminya menikah lagi” jawabnya. Masuk akal juga sih...

“tapi, masak kamu beneran mau sih jadi istri kedua. Kalo dimusuhi sama istri pertama gimana. Hayo??”
“hmmm. Setahuku sih, biasanya ya, istri-istri yang mengijinkan suaminya menikah lagi itu punya hati yang luar biasa ikhlasnya Na. Jadi gk akan ada ribut-ribut gitu lah. Tapi yang bener-bener ikhlas ya” jawabnya.
“tapi kan sama aja Mi, ada yang merasa tersakiti” jawabku lagi.

“ha... itulah alasannya mengapa Allah memberi iming-iming akan dibangunkan sebuah rumah di syurga bagi istri yang rela ‘tersakiti’ karena suaminya menikah lagi. Karena seikhlas apapun seorang istri, tetap akan ada rasa cemburu dan sedikit rasa  sakit hati kalau melihat sang suami tercinta bermesraan dengan wanita lain meski wanita itu sudah jelas-jelas juga punya hak yang sama dengannya” jawabnya begitu mantap.

“tapi menurutku, apapun alasannya, suami harus lebih berfikir lah. Apa iya dia mau mempertaruhkan kebahagiaannya bersama istri pertama yang sudah jelas-jelas ia rasakan, juga mempertaruhkan kepercayaan sang istri hanya demi kabahagiaan baru yang belum ada jaminannya. Kan belum tentu punya istri lagi berarti nambah kebahagiaan kan...” lanjutnya lagi, makin muanttapp.

Prokk prokk prokk prokk... tepuk tanganku begitu riuh di hadapnya.

“wehhh... hebat ah sahabatku satu ini. Udah cocoklah untuk dipolohami” selaku tertawa lepas-masih dengan tepuk tangan kerasku.
“Hustt!! Ya jangan dido’ain gitu kok” jawabnya kecut, aku kian terpingkal-pingkal.
‘Ok. pertanyaan terakhir Mi”
“apa tuh??”
“jadi, kalo seandainya. Ini seandainya ya... kalo seandainya malah nanti Allah menakdirkan kamu punya suami yang mau menikah lagi atau berpoligami, kamu gimana? Tanyaku.
“aku istri pertama nih ceritanya?” tanyanya memastikan. Aku mengangguk.
“tergantung tujuannya apa. Kan semua ada pertimbangannya, gk asal main ‘beristri’ aja lah buuuk” jawabnya.

“iya, tapi maksud pertanyaan aku tuh gini. Apa kalo seandainya benar nanti suamimu mau menikah lagi, kamu masih cinta gk sama suamimu?”
“Na... wanita mana yang mau dimadu? Gk ada rasaku. Pastinya adalah rasa yang berkurang, hati manusia kan gk ada yang sama Na. Tapi intinya, Allah Maha Tahu, tiap hukum pasti dibuat berdasarkan atas kebaikan hamba-Nya sendiri. Dia punya alasan sendiri mengapa poligami itu diperbolehkan. Inget  ya, di-per-bo-leh-kan bukan di-an-jur-kan. Beda maknanya. Nanti salah penerjemahan malah jadi bahan pembenaran diskriminasi wanita pula’ tuh. ” Jawabnya mantap.

‘hmm... salut euy sama kamu. Masih cencen udah paham bener masalah nikah” selaku.
“eh!! Cenceeen... enak aja. Kamu tuh yang masih ababil, abg labil” selanya tertawa.
“kok abg labil sih. Udah 22 tahun nih!” protesku.

“iya. Udah tua tapi masih kebanyakan mikirin hal kekanak-kanakan. Kayak aku dong, pikirannya ndewasssaaa...”jawabnya panjang, kepedean.
“iya!! Saking dewasanya asik kepengen nikah melulu tuh kepala!!” jawabku, menang kali ini. Ia tersipu sambil tertawa kecil. Malu...
^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar