Terhitung 3 bulan sejak pernikahannya, Nisa' yang biasa disapa
Eneng itu--akhir-akhir ini kerap dilanda rasa khawatir, ia pun rutin menelpon
sang suami setiap 2 jam sekali.
"Aa' udah udah nyampe kantor belum"
"Aa' udah makan belum? mau makan siang di rumah atau di
kantor A'"
"Aa' jam berapa pulangnya?"
"Aa' mau dimasakin apa makan malam nanti?"
"Aa' lembur enggak A'?"
"Aa' jangan lupa shalat ya"...
sederet pertanyan singkat itu ia tanyakan sesekali dalam setiap
panggilannya. Heri--suaminya yang terkenal sabar itu akan selalu menjawab
dengan tenang dan dengan jawaban yang lebih singkat pula, pun dengan berbisik.
"Neng... Aa' lagi rapat"
atau "Nanti ya Neng, lagi sibuk. assalamu'alaikum"
lantas pasti akan terdengar bunyi tut... tut... tut... tanda panggilan sengaja
diputus.
Ughh... desah Nisa' menyusul tut... tut... tut... tadi. ia kesal.
"Betul Nis, sebaiknya kamu hati-hati. banyak kok yang baru
seminggu nikah sudah cek cok karena suami sudah punya WIL--wanita idaman
lain" ucap Minah--tetangga Nisa' yang terkenal suka nggosip dan nonton
infotainment--saat Nisa' mencoba meminta pendapatnya tentang kecurigaannya pada
sang suami.
"Tapi mas Heri itu agamis kok mbak..." jawab Nisa'
membela suaminya.
"Di depan boleh agamis, soleh... tapi di belakang siapa yang
tau. ya kan jeng" tambah Minah sambil mencolek Surti di sebelahnya.
"Iyo, jangan kemakan penampilan. iso nipu Nis" ucapan
Surti sambil mitili daun singkong. Nisa' mengibaskan jilbab
panjangnya—kepanasan mendengarnya.
"apalagi kalo wanita itu lebih cantik dari kamu. orang
sesoleh suamimu pun pasti mau" tambah Surti lagi.
Mendapati api kecurigaannya serasa disiram minyak tanah dengan
ucapan-ucapan seniorannya dalam berumah tangga itu, Nisa' sedikit menenangkan
diri.
"Tenang Nis, mas Heri gk kayak gitu kok. dia soleh. dia
sayang kamu..." ucapnya dalam hati.
"Amiin..." loh, kok malah gk yakin. hhh... ia mendesah
sendiri...
lantas tiba-tiba Nisa' teringat ucapan-ucapan si Mbok--ibunya.
"Punya suami orang kantoran hati-hati Nis, banyak
godaannya" nasehat si Mbok dari sebrang, saat seminggu lalu ia
menelponnya.
"Godaan gimana toh Mbok?"
"Ya godaan punya wanita simpanan Nduk. di kantor Heri pasti
ada banyak perempuan toh. biasanya wanita yang kerja di kantoran itu
cantik-cantik, seksi-seksi..." tambah si Mbok mirip ucapan Surti. Nisa'
kian termakan kecurigaan.
ya Allah... desahnya lagi mengingat obrolannya dengan si mbok itu.
kembali ia raih hp di saku gamis kanannya.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumussalam, nanti ya Neng. masih ada klien"
cepat sekali Heri menjawab tanpa memberi Nisa' kesempatan berbicara--masih
dengan berbisik.
Nisa' mendengus mendengar jawabnnya, ia lantas menutup
panggilannya tanpa salam.
"Astakhfirullah... apa aku sudah keterlaluan ya" ucapnya
sendiri.
"Ah, enggak! bener kata si Mbok. aku harus hati-hati,
wanita-wanita kantoran pasti lebih cantik" Ia lantas melirik-lirik
wajahnya di cermin sepulangnya ke rumah. benar jg, aku gk seberapa dibanding
wanita-wanita kantoran itu... desahnya--nyadar :D
"Mereka juga pasti seksi-seksi, pakaiannya serba mini"
ia melirik-lirik pakaiannya kemudian. yang nampak hanya setelan gamis lusuh. ia
menunduk--ketidakpercayaan dirinya kian menjadi-jadi.
"Mereka itu kayak model, langsing-langsing, harum-harum bau
badannya" teringat ucapan si Surti lagi. ia lantas menciumi badannya,
bauk... :p
"Gk tenang, sms ato nelpon ya." ucapnya sendiri.
"Aa' mau dimasakin apa?" kali ini ia mengirimi Heri sms.
kemudian mondar-mandir di depan TV sambil mengenggam hpnya. 5 menit... 10
menit... 30 menit...hingga sejam kemudian tak kunjung ada balasan. ia makin
menggigit jari.
"Ya Allah, awas saja kalau dia main mata sama cewek-cewek
kantoran itu" pikirannya mulai ngaco.
"Maaf ya Neng, Aa' agak telat pulangnya. nanti makan duluan
aja ya" hampir magrib sms balasan dari Heri itu masuk ke inbox HP Nisa'.
"kenapa A'? lembur?" ia menghela nafas setelah menunggu
balasan kedua tak kunjung masuk hingga Isya'.
nafsu makannya hilang, padahal sejak sore ia menahannya. ia telah
kenyang dengan rasa curiga dan cemburunya.
tisu di meja rias kamarpun lantas hanya tersisa selembar.
:'(
Nisa' menangis tanpa suara. lirih sekali... ia mengusap air
matanya dengan telapak tangan belakangnya--tisu di meja kandas :D
"Neng..." sapa lelaki bernama Heri itu tiba-tiba, ia
telah ada di damping Nisa'. Nisa' kaget dan mencoba menghapus habis air
matanya.
"Eneng kenapa?" tanya Heri. Nisa' kian cemberut setelah
melirik jam dinding yang sudah menunjuk pukul sepuluh malam.
"Iya, maafin Aa' ya lama pulangnya. tadi macet di jalan"
alasannya. Nisa' menggeser tubuhnya, sedikit menjauh.
"bohong..." desah Nisa' dalam hati, ia tak berani
menyuarakan kekesalannya. ia hanya terus menatap suaminya curiga. ada lipstik
kah di bajunya. ada harum parfum wanitakah di badannya. Alhamdulillah, ternyata
tidak...
"tadi Aa' shalat Isya' dulu di mesjid dekat kantor. habis itu
nyari' ini di supermarket. pulangnya kejebak macet. maaf ya" tambah
suaminya sambil menyuguhkan seikat bunga mawar dalam plastik kaca cantik.
Nisa' terdiam, matanya memandang Heri tak paham.
"hari ini kan ulang tahun Eneng..." ucapnya lagi. kini
sambil mengecup kening Nisa' lembut.
^_^
serasa tersiram salju, hilanglah api kecurigaan dan cemburunya...
*dasar wanita :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar