Sabtu, 02 Juni 2012

Ketika cinta kembali menyemai luka

Masih teringat--jelas--saat malam itu kau datang, dengan motor sportmu. saat itu kau mengenakan jaket tebal yang kilahmu berharga cukup mahal, juga dengan jam tangan hitam yang ku tahu sejak dulu tak pernah lekang dari tanganmu.
kau, masih saja seperti kau dulu--meski kemudian ku tau kau tengah terjerembab pada kondisi tak baik. lebih buruk saat bersamaku dulu (mungkin).

luka...
pernah dulu aku mengatakannya karenamu, bukan?
tapi, melihatmu begini, membuatku mengesampingkan luka itu. luka yang dulu pernah kau semai, bersama cinta yang kau agung-agungkan. bersama senyum yang kemudian membuat tangisan...


 "aku terpaksa untuk terus bersamanya"
mendengar itu dari mulutmu mematahkan bayangan bahwa saat ini kau tengah bahagia, menikmati segalanya di atas lukaku.

"aku juga masih menyayangimu. tapi, kondisi kita sulit. dan aku lebih memilih menjalani yang ada, doakan saja aku baik-baik saja"
kalimat terakhir itu kian membuatku teriris, bahwa kita, terluka...
kita terluka atas benci palsu. terluka atas pembuktian bahwa sebenarnya kita sama-sama tak lagi saling mencinta.

ah... cinta, beda tipis dengan luka.
sejauh mana luka itu, sejauh itu pula cinta menjadi penyebabnya.
andai dulu tak pernah aku melontar kata 'luka', mungkin kini kau pun tak terluka, sebab mencoba merelakanku bahagia dengan yang lain.

aku sendiri tak pernah tau bahwa aku akhirnya berani bertemu denganmu, yah...
biarlah ini untuk yang terakhir, dimana kita bertemu, kemudian saling melepas luka. atau saat kau duduk sebagai penumpang di motormu sendiri, dan aku sang supirnya. lucu, tapi manis...

"aku belum menemui wanita itu, bahkan mungkin tidak akan. karena kamu masih yang terbaik"
ah... tangisku mulai  lemah, sejak td ku tahan, tp tak terbendung. kemudian kau menatap...

"maafin aku"
sudah... aku sudah memaafkanmu. sebab aku sadar, cinta dan benciku samar dibedakan. benciku, hanya kilah cemburu pada sesuatu yang tak pantas ku cemburui, dan tepatnya pada sesuatu yang tak pantas kau pertahankan.
sebab itu bukan cinta, itu ambisi...

malam itu, terasa panjang
bahkan menjadi malam terpanjang
sebab bibirmu tak hentinya menoreh luka
melukisnya, dan memberikan padaku, untuk ku buang

cinta kita, ada di dua kondisi mengenaskan, terakhir, aku melihat kebingungan di matamu, hendak kemana dan mengandalkan siapa.
doaku, apapun itu, jaga dirimu... 

*setelah malam 21 mei

Tidak ada komentar:

Posting Komentar