Minggu, 25 September 2011

Sepatu putih kesayanganku

"Sabar ya Na, Bu'e baru bisa kirim uang bulananmu minggu depan. minggu ini biar Bu'e kirim uang bulanan untuk adikmu-Heri dulu..." jawab Bu'e di sebrang sana-saat aku menanyakan kapan uang bulananku dikirimnya-melalu hp.
"Iya Bu'e, ndak papa kok. Na juga masih punya simpanan, kalo untuk seminggu ini masih cukup kok Bu'e..." jawabku menenangkan.

Hhh... biar sudah menenangkan Bu'e, toh aku juga yang malah tak tenang. untuk makan dan ongkos angkot ku pulang pergi dari kos-kosan ke sekolah memang masih cukup, tapi, ada hal lain yang justru sangat membuatku gusar.

Sepatu!!
ya, sepatu putihku yang telah usang itu-yang tengah berjejer rapi dengan beberapa sepatu kuliyah teman sekamar kosku-dari kejauhan nampak sudah sangat usang. dari jauh saja sudah seperti barang rongsokan, apa lagi kalau melihatnya hanya dengan jarak beberapa puluh sentimeter saja.
 


Kasihan 'dia', lihatlah, warnanya memang cerah-putih-tapi tetap saja sepatu-sepatu lain di sampingnya nampak 100 kali lebih cerah dibanding sepatuku itu. dan lebih cepat laku kalau-kalau mereka dijejerkan seperti itu untuk dijual di pasar.

Masih ku tatap sepatu putihku itu, makin kasihan saja aku, sobek dibagian kedua sisinya tampak jelas. menampakkan kulit bagian dalamnya yang berwarna pink. juga jahitan awal bagian belakang yang mulai lepas, hingga membuat bagian belakang itu tampak seperti mulut yang manganga. malang nian kau sepatuku... desisku.

"Makasih ya..." lanjtku dalam hati. yah, terimakasih karena-meski hanya seharga dua puluh lima ribu rupiah-kau telah melindungi kedua kakiku dari panasnya aspal kota Medan selama setengah tahun ini. terima kasih karena telah bertahan dari sakitnya ku injak-injak-atau bahkan diinjak orang lain-selama semester 7 kuliyahku ini. terimakasih karena kau mau menopang kakiku sendirian, tanpa ada bantuan temanmu-sepatu lain. terimakasih karena telah menemaniku pulang dan pergi naik angkot sejauh 15 km dan berjalan menuju gang tempatku mengajar-sejauh 1 km-setiap harinya. terimakasih karena sudah tidak mengeluh saat aku menenggelamkanmu di lumpur-lumpur kotor di jalanan pasar setiap minggu pagi. terimakasih karena meski aku tidak pernah mencucimu, kau tetap percaya diri saat ku bawa ke manapun aku pergi.terimakasih karena tidak menjerit kesakitan saat aku menjahit bagian belakang tubuhmu yang telah koyak. terimakasih karena mau bertahan utnukku, setidaknya sampai Bu'e mengirimiku uang bulanan minggu depan. terimmakasih... ucapku dalam hati.


sepatuku, kau adalah sepatu kesayanganku-karena hanya kau yang aku punya (hehehe), kau adalah sepatuku yang paling setia. sabar ya, minggu depan kau akan bisa menikmati hari tuamu. tapi, tolong bertahan untukku satu minggu ini saja. jangan takut tubuhmu terkoyak lagi ya, karena kali ini aku akan hati-hati dan perlahan menaiki tubuhmu. aku akan sangat berhati-hati....

maaf kalau dulu-awal aku mengenakanmu-aku sering menendang-nendangkan tubuhmu ke benda-benda keras seperti dinding gedung kuliyah, tangga kos-kosan, atau bahkan gerbang sekolah tempatku mengajar saat aku tak bisa membukanya dengan tanganku. juga saat tanpa sengaja terbentur dengan badan angkot setiap harinya.

sepatu putihku, kau tetap yang terbaik...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar